Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Bank Indonesia; Deforestasi Riau dan Pembangunan Oleh Elviriadi Ph D

JENDELA INFORMASI
Oktober 20, 2024, 12:13 WIB Last Updated 2024-10-20T05:13:09Z


Bank Indonesia; Deforestasi Riau dan Pembangunan Tanggapan Untuk Jikalahari oleh : Elviriadi, Ph.D

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) merilis temuan mencengangkan.

Jikalahari menurunkan sebuah hasil kajian mendalam dengan judul : Keterlibatan Bank di Balik Permasalahan Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola Industri Pulp dan Kertas di Indonesia

Sebahagian pengutipan dan bahan berasal dari Perkumpulan PRAKARSA yang disusun secara keroyooan oleh Eksanti Amalia Kusuma Wardhani, Dwi Rahayu Ningrum, Eka Afrina Djamhari, Ricko Nurmansyah, Herni Ramdlaningrum, Nurul Fitria, Okto Yugo Setiyo.

Diawal tulisan, disebutkan Industri pulp dan kertas di Indonesia telah lama menjadi sorotan karena berdampak buruk terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola. Deforestasi masif, konflik lahan dengan masyarakat adat, serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum merupakan permasalahan-permasalahan yang terus berlangsung selama bertahun-tahun dan masih ditemukan sampai saat ini. Namun, kami meyakini bahwa ada pihak-pihak lain yang seharusnya turut bertanggung jawab di balik permasalahan tersebut, salah satunya adalah lembaga jasa keuangan, khususnya bank-bank yang mendanai industri pulp dan kertas. Melalui penelitian ini, kami mengungkap peran dan keterlibatan bank-bank dalam memperpanjang rantai permasalahan yang terjadi. The PRAKARSA sebagai koordinator Responsibank Indonesia melihat bank memiliki peran penting dalam mendukung dan membiayai industri di Indonesia. Tanpa pendanaan dari bank, industri tidak akan dapat beroperasi dan berkembang. Oleh karena itu, bank memiliki tanggung jawab moral dan etis untuk memastikan bahwa industri yang mereka dukung tersebut menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab secara lingkungan, sosial, dan tata kelola.

Hasil investigasi aliran pembiayaan pada sektor pulp dan kertas menunjukkan bahwa bank memiliki peran yang signifikan memuluskan rencana para industriawan yang bergerak disektor kehutanan. Praktik pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan pada sektor riil umumnya berdampak baik terutama pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, praktik pembiayaan juga dapat menimbulkan eksternalitas negatif berupa kerugian materiel dan non materiel seperti kerusakan sumber daya alam dan perubahan sosial.

Mengacu pada regulasi nasional dan dorongan untuk menekan laju emisi, perbankan mulai memperkuat kebijakan pembiayaan dengan menambah persyaratan untuk berkontribusi dalam tercapainya target pembangunan berkelanjutan. Implementasi ini dapat diukur dengan melihat kebijakan yang telah diterapkan oleh setiap perbankan. 

dalam penelitian The Prakarsa sebagaimana dirilis Jikalahari, menunjukkan bahwa lima bank dengan pembiayaan terbesar, yakni bank BRI, Mandiri, BCA, BNI, dan Mizuho memilki skor rendah. Sama halnya dengan penilaian dengan menggunakan metode FFGI untuk penilaian kebijakan bank juga menunjukkan rendahnya komitmen dan kebijakan bank, khususnya terkait perubahan iklim, hak asasi manusia, sumber daya alam dan kehutanan.

Dalam metode FFGI, bank dinilai berdasarkan kriteria dan indikator turunannya dengan rentang nilai 0-10. Rentang nilai tersebut menunjukkan tingkat komitmen bank pada kriteria yang dinilai. Semakin tinggi nilainya, semakin terpenuhi komitmen bank pada indikator dari masing-masing kriteria, yang juga menunjukkan komitmen bank dalam mengintegrasikan aspek LST. Berikut adalah rincian hasil penilaian pada masing-masing bank:

1. Bank Rakyat Indonesia (BRI)

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI adalah salah satu bank BUMN terbesar di Indonesia. Dari sisi pengungkapan informasi terkait keberlanjutan, BRI telah mengacu pada peraturan nasional yang berlaku, yakni POJK 51 tahun 2017, SUSBA, SASB, TCFD, dan Global Reporting Initiative (GRI). BRI juga telah Menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan merupakan salah satu bank yang tergabung dalam First Mover on Sustainable Finance. Secara umum, pada tiga tema penilaian, yakni perubahan iklim, hak asasi manusia dan sumber daya alam, skor BRI relatif lebih unggul dibandingkan bank nasional lain. Hanya pada tema kehutanan, skor BRI lebih rendah dibandingkan BCA. Berdasarkan laporan keberlanjutan dan data pendukung lainnya, BRI mendapatkan skor 1,3 pada kriteria perubahan iklim. BRI memperoleh skor tersebut karena memenuhi indikator pengungkapan emisi scope 1, 2, dan 3 meskipun pengungkapan emisi scope 3 baru dilakukan pada laporan keberlanjutan tahun 2022. Adapun kriteria hak asasi manusia (HAM), BRI telah berkomitmen untuk memastikan pembiayaan yang diberikan menggunakan prinsip keberlanjutan dengan tidak merusak lingkungan dan memberikan dampak sosial seperti pelanggaran HAM baik pada pegawai maupun masyarakat lokal. Pada tema sumber daya alam, BRI memperoleh skor 1,6 karena komitmen BRI untuk tidak membiayai perusahaan yang melakukan konservasi lahan hutan primer atau area High Conservation Value (HCV) dari hutan primer sejak November 2005. BRI juga telah menyatakan untuk tidak membiayai perusahaan yang melakukan akuisisi lahan dengan kekerasan. Selain itu, akuisisi lahan yang dinilai membahayakan lingkungan, seperti taman nasional, peninggalan sejarah, dan situs warisan dunia UNESCO. BRI mendapatkan skor baru pada indikator asesmen terhadap kelangkaan air dengan mewajibkan debitur untukmelengkapi asesmen terhadap air yang digunakan dan dampak pembuangan air dengan mempertimbangkan kebutuhan air tanah bagi tanaman, dan kondisi hidrologi.

Pada tema kehutanan, BRI berkomitmen untuk tidak memberikan pembiayaan pada lahan dengan potensi karbon yang tinggi. Debitur juga diharapkan menunjukkan upaya meningkatkan penyerapan karbon, memiliki prosedur untuk menghilangkan kelapa sawit dari lahan gambut, menghilangkan praktik pembakaran hutan, meninjau dan mengelola emisi, meminimalkan pupuk anorganik, dan menangkap metana dari limbah kelapa sawit untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan perusahaan. Di antara lima bank tertinggi yang mengalirkan pembiayaan di sektor pulp dan kertas, hanya BRI yang telah menyusun dan menetapkan kebijakan pembiayaan subsektor spesifikpulp dan kertas berbasis LST yang tertuang dalam laporan keberlanjutannya di tahun 2022. Dalam hal ini, BRI mengeklaim telah berupaya menerapkan kebijakan pembiayaanhijau dengan menekankan pemenuhan pada aspek lingkungan, bagi pelaku bisnis yangmendapatkan dukungan aliran pembiayaan. BRI juga memiliki Loan Portfolio Guidelines(LPG) yang mempertimbangkan aspek lingkungan dalam menyalurkan kredit, negative listserta sectoral loan policy, khususnya di sektor sawit dan pulp dan kertas (BRI, 2022, p. 32).

Internalisasi aspek LST pada kebijakan pembiayaan pulp dan kertas baru disahkan pada19 Desember 2022 melalui Surat Edaran Nomor SE.61-DIR/KRD/12/2022 tentang Kebijakan Pembiayaan Subsektor Spesifik (BRI, 2022, p. 72).

2. Bank Mandiri

Bank Mandiri sebagai bank BUMN menunjukkan upaya untuk bertransisi pada keberlanjutan. Sebagai anggota First Movers on Sustainable Finance, Bank Mandiri berupaya meningkatkan portofolio pembiayaan hijau dari tahun ke tahun. Tercatat pada 2022, Bank Mandiri mengucurkan pembiayaan pada kegiatan usaha berkelanjutan lebih dari 228 triliun rupiah atau 24,5 persen dari total portofolio pembiayaan. Sebanyak 122 triliun rupiah dikucurkan untuk portofolio pembiayaan sosial dan 106 triliun untuk portofolio pembiayaan hijau. Bank Mandiri juga telah menyusun RAKB sebagai komitmen untuk mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan.

Berdasarkan penilaian kebijakan bank dengan metodologi FFGI, skor Bank Mandiri pada tema perubahan iklim, hak asasi manusia, sumber daya alam dan kehutanan tergolong sangat rendah. Pada tema perubahan iklim, Bank Mandiri belum secara eksplisit dan detail menyampaikan bagaimana komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca baik langsung dan tidak langsung yang selaras dengan tujuan Paris Agreement. Bank Mandiri telah memiliki inisiatif untuk mengungkapkan informasi emisi gas rumah kaca hingga scope 1, 2 dan 3, tetapi hanya pada kegiatan internal. Bank Mandiri belum mewajibkan debitur untuk mengungkapkan informasi serupa. Namun demikian, inisiatif Bank Mandiri untuk mengungkapkan kebijakan kredit pembiayaan sawit sudah baik dengan menyatakan bahwa tidak akan membiayai perusahaan/klien yang menkonversi lahan gambut dan kawasan tinggi cadangan karbon. Bank Mandiri juga mewajibkan klien untuk memiliki setidaknya sertifikat ISPO untuk mendapatkan pembiayaan. Atas komitmen tersebut, Bank Mandiri mendapatkan skor. Secara umum, skor Bank Mandiri pada tema ini adalah 0,5. Pada tema hak asasi manusia, Bank Mandiri tidak mendapatkan skor sama sekali (0).

Banyak elemen penilaian yang tidak dapat dipenuhi oleh Bank Mandiri karena minim atau tidak adanya informasi detail terkait kebijakan HAM. Bank Mandiri menyatakan dalam laporannya bahwa tidak mentolerir segala bentuk diskriminasi, sayangnya informasi inikurang detail dalam menjelaskan bentuk diskriminasi apa saja yang menjadi perhatian dan fokus, sebagai contoh diskriminasi berbasis gender, ras, suku, seksualitas, hingga kemampuan fisik. Komitmen dan kebijakan bank dalam mengatur ketentuan HAM dalam pembiayaan belum terlihat dengan tidak ditemukannya informasi dalam publikasi bank, misal bagaimana bank melakukan uji tuntas HAM, memberikan pemulihan bagi masyarakat terdampak, penghormatan pada hak masyarakat adat, hingga penerapan FPIC untuk menghindari konflik perebutan lahan.

Bank Mandiri menyatakan komitmen untuk mengelola risiko pada pembiayaan sektor pertaniandengan mengharuskan debitur memiliki sertifikat keberlanjutan seperti ISPO dan RSPO. Bank Mandiri juga memiliki daftar pengecualian pembiayaan pada beberapa aktivitas bisnis seperti pembalakan liar, konversi lahan gambut, hingga aktivitas bisnis yang membahayakan lingkungan, kawasan konservasi, dan situs warisan dunia UNESCO. Beberapa elemen penting terkait bagaimana kebijakan bank pada pembiayaan di sektor kehutanan, seperti bagaimana kewajiban debitur untuk memiliki sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC) pada produk hutan, melaporkan pada Carbon Disclosure Project bila berdampak besar pada hutan, hingga penghormatan pada hak masyarakat adat yang mengelola hutan belum dapat ditemukan informasinya.

3. Bank Central Asia

Bank BCA adalah salah satu bank swasta terbesar di Indonesia dengan modal inti mencapai 227,06 triliun rupiah pada kuartal 3 tahun 2023. Bank ini juga merupakan First Movers on Sustainable Finance yang menunjukkan komitmennya untuk mendukung upaya keberlanjutan. Total pembiayaan Bank BCA pada kegiatan usaha berkelanjutan tahun 2022 mencapai 183,2 triliun rupiah atau 25,4 persen dari total portofolio (kredit dan obligasi korporasi). Sebanyak 44,2 persen dari pembiayaan tersebut atau 80,9 triliun dikucurkan pada pembiayaan hijau dengan porsi terbesar yaitu penggunaan lahan berkelanjutan (sektor sawit bersertifikasi ISPO dan RSPO). Sementara sebanyak 55,8 persen atau 102,3 triliun rupiah dialirkan untuk pembiayaan UMKM.

Hasil penilaian kebijakan Bank BCA menujukkan skor yang relatif rendah pada keempat tema. Pada tema perubahan iklim, dalam mengelola portofolio pembiayaannya, BCA telah menilai risiko keuangan akibat perubahan iklim yang mengacu pada panduan TCFD. Dalam mitigasi risiko keuangan terkait iklim, BCA memperketat kebijakan pemberi pinjamanannya, terutama di sektor-sektor dengan risiko lingkungan dan perubahan iklim yang signifikan. BCA telah mengembangkan kebijakan kredit sektoral untuk sektor pertambangan batu bara, konstruksi jalan tol, sektor kayu dan produk hutan, serta sektor semen dan baja. BCA memperoleh skor pada tema ini karena kehati-hatiannya dalam memeriksa kredibilitas debitur tentang bagaimana mereka tidak melakukan deforestasi, tidak beroperasi pada daerah dengan nilai konservasi tinggi dan stok karbon tinggi. Untuk mempertahankanakuntabilitasnya, BCA memiliki Unit Kerja Kredit yang melakukan kunjungan lapangan ke area operasional debitur terutama pada sektor perkebunan. Pada tema hak asasi manusia, BCA memperoleh skor karena mengacu pada UN Guiding Principles on Business and Human Rights dalam menghormati HAM. BCA telah menyampaikan bahwa mereka telah melakukan uji tuntas HAM pada rantai pasok, tetapi belum dijelaskan bagaimana bank mengatur debitur melakukan uji tuntas tersebut di level perusahaan. BCA juga memperoleh skor karena menggunakan pendekatan pencegahan dalam mengidentifikasi pemberian pinjaman. Untuk mengurangi dampak risiko LST yang tinggi, BCA membuat daftar pengecualian pembiayaan pada beberapa aktivitas bisnis, seperti kegiatan yang melanggar hak-hak masyarakat lokal, seperti kegiatanyang mengambil alih kepemilikan tanah dari masyarakat adat/tanah penduduk asli tanpa persetujuan awal dari masyarakat/penduduk tersebut.

4. Bank Negara Indonesia

Bank BNI sebagai bank BUMN masuk pada beberapa keanggotaan asosiasi terkait keberlanjutan seperti Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia dan United Nations Environment Programme Finance Initiatives (UNEP FI). Bank BNI mengalirkan 28,5 persen atau 182,9 triliun rupiah dari total portofolio kredit untukkategori kegiatan usaha berkelanjutan. Dari total tersebut, 67 persen diantaranya atau 123,2 triliun rupiah adalah pembiayaan pada UMKM. Secara umum, skor BNI pada keempat tema penilaian kurang dari 1, paling rendahdibandingkan bank nasional lain. Namun, BNI telah menerapkan langkah cukup progresif pada tema perubahan iklim, khususnya dalam pengungkapan informasi emisi kegiatanoperasional bisnisnya. BNI mulai menghitung emisi pembiayaan untuk debitur kategorimenengah dan korporat, yaitu sektor perkebunan sawit, industri turunan sawit,pertambangan dan perdagangan batu bara, industri pengolahan, industri perdagangan, pulp dan kertas, konstruksi, dan PLTU yang mencakup 47% dari seluruh portofolio kredit BNI di kedua segmen tersebut. Dalam peta jalan emisi nol bersih, BNI sedang menyiapkan pedoman dan format untuk pengumpulan data sumber emisi sehingga perhitungan emisi dapat dilakukan dengan lebih rinci dan presisi. Pada tema hak asasi manusia, BNI memperoleh skor karena kebijakan anti diskriminasiyang meliputi perekrutan rekrutmen, evaluasi kinerja, remunerasi, dan pengembangankarier bagi karyawan tidak diskriminatif terhadap etnis, agama, ras, kelas, gender, dan kondisi fisik. Sementara kebijakan HAM pada kegiatan pembiayaan seperti mewajibkan debitur untuk uji tuntas HAM, memberikan pemulihan, menghormati hak masyarakat adat, anak dan penyandang disabilitas hingga penerapan prinsip FPIC belum ditemukan.

Pada tema sumber daya alam, BNI tidak mendapatkan skor sama sekali karena tidak ditemukannya informasi yang relevan pada dokumen publikasi bank dengan elemen penilaian. Sementara pada tema kehutanan, BNI memperoleh skor pada elemen penilaian pengungkapan informasi berdasarkan standard GRI. Terkait bagaimana bank mengelola risiko dengan mewajibkan debitur mengelola area dengan karbon tinggi, tinggi nilai konservasi, maupun bagaimana menghormati hak masyarakat adat di sekitar hutan.



Terus terang saya merasa nyilu dengan data data diatas. jika tidak direcovery kebijakan perbankan akan malah memicu deferestasi yang terkendali, resiko banjir dan bencana ekologis yang mengerikan dialami bangsa.

PERAN BANK INDONESIA

Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Melihat apa yang terjadi pada Bank Bank yang disebutkan diatas (BRI, BNI, BCA, Bank Mandiri) sudah saatnya Bank Indonesia turun tangan untuk mengevaluasi pola pemberian kredit / pinjaman sejauh ini. Bank Indonesia berkewajiban menciptakan kinerja lembaga perbankan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi yang berorientasi kepada pembangunan berkelanjutan. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6%-7% untuk menuju Visi Indonesia Emas 2045, Indonesia tidak bisa hanya bergantung kepada brown economy, tapi juga harus mulai membangun circular economy, green economy, dan blue economy.

Proses transformasi perekonomian Indonesia menjadi ekonomi hijau yang berkelanjutan harus menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, kemudian sejalan dengan SDGs, Paris Agreement, Visi Indonesia Emas 2045, serta mampu mencapai target Net Zero Emissions (NZE) di 2060.

Penerapan ekonomi hijau dalam jangka harus dapat dibuktikan melalui komitmen Bank Indonesia untuk “menjewer” bank di indonesia agak tidak ego sektoral. Mindsett para direksi harus dibongkar ulang. Logika konvensional “yang penting kredit tidak macet”, aman, terkendali dan “suku bunga bagus”, harus dibuang jauh jauh. Kini masyarakat adat, utamanya di Riau sedang menjerit dikarenakan hutan yang terus gundul (deforestasi), hilangnya mata penceharian dan kehancuran sungai akibat kegiatan korporasi di negeri melayu. Yang dibiayai oleh tuan tuan banking yang suka menyeringai dikursi empuk nan sejuk.**** 

Iklan

iklan