Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Digeledah Penyidik Kejagung, Pakar Lingkungan Berharap Aktor Intelektual Kasus Kementerian LHK Segera Terkuak

JENDELA INFORMASI
Oktober 06, 2024, 23:51 WIB Last Updated 2024-10-06T16:51:44Z


Meranti, Tingkap.info - Dalam pemberitaan salah satu media nasional di Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengatakan penggeledahan Kantor Kementerian LHK terkait dengan tata kelola sawit dalam kawasan hutan, hampir bisa dipastikan berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan sawit. Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, menyampaikan meski Kejaksaan Agung belum menyatakan secara spesifik terkait penggeledahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tetapi melihat kurun waktu 2016-2024 terdapat dua kebijakan yang dikeluarkan terkait dengan pemutihan sawit dalam kawasan hutan.


Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian dalam Kawasan Hutan. "Mengenai izin perusahaan dalam kawasan hutan," ucap Uli pada Ahad, 6 Oktober 2024. Kedua, pasal 110 mengenai penyelesaian mekanisme atau penyelesaian perizinan dalam kawasan hutan.



Menyikapi itu, Pakar Lingkungan Hidup Dr.Elviriadi meminta aktor intelektual peristiwa ini terkuak ke publik.


 "Ya kan sebenarnya, apa yang terjadi di Kementerian LHK itu mengulang sejarah saja. Tetap dalam spirit tidak transparan dan akuntabel perizinan perusahaan dan pelaporan saat ada temuan dalam kawasan hutan. Itu kan kejadian sejak dulu, sejak zaman Orde Baru sampai kementerian sekarang, " terang alumni UKM Malaysia kepada media ini Ahad malam (6/10/24).


Tentu yang penting bagi publik, kata pengurus Majelis Nasional KAHMI itu, siapa ini yang bermain. Mengutak atik peraturan sehingga mengundang selera kolusi dan suap menyuap.


Akademisi yang kerap menerangkan kasus kawasan hutan di pengadilan itu menyayangkan perspektif pemerintah terhadap hutan.


"Cara pandang terhadap hutan dan alam itu harus berbasis peradaban dan keadilan. Kalau perusahaan menjarah hutan melebihi ijin, ya dikembalikan ke fungsi hutan. Karena hutan itu punya multi fungsi, pengatur iklim mikro, tempat habitat satwa, keanekaragaman hayati, plasma Nutfah, kontemplasi kemanusiaan, lokus kebudayaan masyarakat pedalaman, dan banyak lagi. Karena melihat hutan dari sisi keuntungan materi, maka ya udah, hitung ganti rugi aja. Maka muncullah kebijakan administratif yang antroposentrik, melawan fitrah alam semula jadi, dan melanggar hakekat kemanusiaan. Akhirnya kan blunder juga diperiksa Kejagung? bebernya panjang lebar.


Elviriadi menghimbau para rimbauan dan fakultas kehutanan di indonesia merubah mainsett.


"Lihat UU Cipta Kerja, itukan memusnahkan hutan dan mendeskreditkan lingkungan. Kenapa? Karena diajarkan di Universitas, Fakultas fakultas kehutanan hutan itu sumber ekonomi dari Log log, kayu kayu ekspor, triplek, bubur kertas, germen (kain), dan doktrin kapitalistik terhadap hutan dan ekosistem. Paradigma begini tentu dehuman dan tak memiliki dimensi peradaban bagi masa depan bangsa. Timpang, parsial dan menindas. Membunuh makhluk hidup, habitat dan menggantikannya dengan denda administrasi. Ya pantaslah Allah murka dan disatroni Jaksa, " pungkas peneliti denda yang ikhlas gundul demi hutan tropis. ***

Iklan

iklan