Pekanbaru, Tingkap.Info – Dalam upaya mencari solusi terhadap dampak sosial keberadaan pengungsi Rohingya di Kota Pekanbaru, Focus Group Discussion (FGD) bertema Dampak Sosial Keberadaan Pengungsi Rohingya di Kota Pekanbaru dan Upaya Penanganannya diselenggarakan di Angkasa Garden Hotel.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Dra. Rahma Ningsih, Sekretaris Dinsos Kota Pekanbaru, Hadi Sanjoyo, Plt. Kaban Kesbangpol Kota Pekanbaru, dan Nindya Devi Justisianawati, Pj Fungsional Muda Penggerak Swadaya Masyarakat Dinsos Kota Pekanbaru. Selain itu, 45 peserta dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Taruna Siaga Bencana (Tagana) turut serta dalam diskusi.
Dra. Rahma Ningsih menjelaskan pentingnya langkah kolaboratif untuk mengatasi tantangan sosial dan ekonomi yang muncul akibat keberadaan 847 pengungsi Rohingya di Kota Pekanbaru.
"Ada fenomena di Kecamatan Bukit Raya, di mana pengungsi Rohingya mulai berinteraksi menggunakan Bahasa Indonesia. Perbedaan adat dan budaya dengan masyarakat lokal menjadi potensi gesekan sosial yang perlu ditangani secara serius," ujar Rahma, Rabu (18/12) lalu.
Ia menambahkan bahwa beberapa pengungsi sempat mengeluhkan fasilitas yang diterima, hingga menimbulkan konflik kecil dengan masyarakat sekitar.
Hadi Sanjoyo, narasumber utama, mengungkapkan bahwa pengungsi Rohingya mulai berdatangan ke Pekanbaru secara bertahap sejak 2022, baik melalui pemindahan resmi dari Provinsi Aceh maupun kedatangan ilegal. Saat ini, sebanyak 291 pengungsi berada di akomodasi resmi, sementara 556 lainnya tinggal di luar akomodasi, termasuk lahan kosong milik warga. Penanganan pengungsi ini melibatkan berbagai pihak, seperti International Organization for Migration (IOM), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), dan sejumlah lembaga pemerintah.
Dalam rapat sebelumnya pada Mei dan November 2024, pemerintah daerah bersama instansi terkait telah merekomendasikan penggunaan lahan aset Pemko Pekanbaru sebagai tempat penampungan pengungsi. Namun, diperlukan sosialisasi intensif kepada masyarakat sekitar untuk mencegah potensi konflik. Selain itu, Pemerintah Kota Pekanbaru juga bertanggung jawab menetapkan tata tertib di lokasi penampungan serta menciptakan rasa aman melalui koordinasi dengan pihak kepolisian.
Nindya Devi Justisianawati menyoroti tantangan besar yang dihadapi, termasuk keterbatasan sumber daya, koordinasi antarinstansi, dan resistensi dari masyarakat lokal. "Keberadaan pengungsi ini memberikan dampak positif, seperti penguatan solidaritas sosial dan peluang kolaborasi internasional. Namun, dampak negatif juga muncul, seperti beban infrastruktur dan potensi ketegangan sosial jika integrasi pengungsi tidak berjalan dengan baik," katanya.
FGD ini menghasilkan rekomendasi untuk meningkatkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga internasional dalam menangani pengungsi Rohingya. Program pelatihan kerja dan pendidikan untuk pengungsi diusulkan sebagai solusi jangka panjang untuk mendukung kemandirian mereka. Dengan kolaborasi yang baik, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk memperkuat solidaritas sosial di Kota Pekanbaru.