Pekanbaru, Tingkap.info – Sebanyak 961 kepala daerah resmi dilantik oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam sebuah upacara yang berlangsung di halaman antara Istana Merdeka dan Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/02/2025) lalu. Prosesi pelantikan diawali dengan kirab dari kawasan Monas, menandai awal kepemimpinan baru di berbagai daerah.
Tak lama setelah dilantik, para kepala daerah langsung mengikuti retreat kepemimpinan di Magelang, sebagai langkah awal untuk menyusun strategi dan memahami tantangan pemerintahan masing-masing.
Di tengah euforia pelantikan ini, muncul peringatan agar para kepala daerah tidak hanya sibuk dengan pencitraan politik, tetapi benar-benar merealisasikan janji-janji kampanye mereka.
"Jangan setelah dilantik malah lupa dengan rakyat. Kepemimpinan itu amanah, bukan sekadar ajang pencitraan," ujar Dr. (Cand.) Muhammad Rafi, S.Sos, M.Si, peneliti dari Dinasti Riset Center (DR. Center) kepada media Tingkap.Info, Senin (03/03/2025).
Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid membawa visi "Riau Bermarwah", yang mencerminkan budaya Melayu, dinamika sosial, kesadaran ekologis, nilai-nilai agama, dan kemajuan daerah. Untuk mewujudkan visi ini, ia telah menggagas 7 misi utama, yang telah diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pedoman kerja.
Sebagai masyarakat, tentu kita berharap visi-misi ini tidak hanya menjadi sekadar dokumen, tetapi benar-benar diterapkan dengan baik. Salah satu langkah penting adalah sinkronisasi dengan program nasional yang dicanangkan pemerintah pusat.
"Program nasional seperti makan gratis untuk siswa sekolah negeri bisa diadaptasi oleh Gubri untuk sekolah swasta, termasuk pondok pesantren. Begitu juga dengan program swasembada pangan. Dengan banyaknya lahan kelapa sawit dalam kawasan hutan, seharusnya bisa dialihkan ke tanaman produktif seperti padi dan jagung," kata Rafi.
Selain sinkronisasi dengan program nasional, persoalan infrastruktur di Riau juga menjadi tantangan besar.
"Lihat kondisi jalan di Riau, jangankan di daerah, di ibu kota, provinsi saja banyak yang rusak parah. Kalau jalan di Pekanbaru saja rusak, bagaimana dengan daerah lain?," tegas Rafi.
Sesuai dengan misi ketiga Gubri, yakni membangun infrastruktur, maka dalam 100 hari kerja pertama, masyarakat menantikan langkah konkret yang diambil untuk memperbaiki kondisi jalan dan fasilitas publik lainnya.
"Ini harus jadi prioritas. Jalan yang layak itu bukan kemewahan, tapi kebutuhan rakyat," tambahnya.
Pelantikan bukan sekadar seremoni, melainkan awal dari tanggung jawab besar. Instruksi Presiden Prabowo sudah jelas: efisiensi anggaran harus menjadi prioritas.
"Jangan banyak pencitraan dan poyah-poyah. Anggaran OPD seperti acara seremonial di hotel, perjalanan dinas, dan hal-hal yang tidak penting harus dikurangi. Dana tersebut lebih baik dialihkan ke sektor yang lebih bermanfaat, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, dan infrastruktur," tegas Rafi.
Langkah-langkah ini harus sesuai dengan visi-misi yang telah disampaikan saat kampanye. Jika janji politik benar-benar ingin diwujudkan, maka kebijakan yang diambil harus berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan sekadar membangun citra.
"100 hari pertama adalah ujian awal. Apakah Gubri mampu menunjukkan perubahan nyata, atau hanya sibuk dengan pencitraan? Waktu yang akan menjawab," pungkas Rafi.
Laporan : Fadlil
Editor : Sang