Pekanbaru, Tingkap.info -- Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Riau (UNRI) kini tengah diterpa isu dugaan korupsi setelah adanya laporan mengenai ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana yang cukup besar selama periode 2022 hingga 2024. Berdasarkan berita yang diturunkan media online, LPPM UNRI mengelola dana penelitian yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pemerintah, industri/swasta, serta instansi internasional, dengan total mencapai sekitar Rp60 miliar dalam kurun waktu tersebut.
Berdasarkan info orang dalam LPPM Universitas Riau tahun 2024, perolehan dana penelitian dari tahun 2022 hingga 2024 adalah sebagai berikut: pada tahun 2022 mencapai Rp24 miliar, pada tahun 2023 sebesar Rp25 miliar, dan pada tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp26 miliar. Selain itu, dana kerja sama dengan industri/swasta dan pemerintah pada tahun 2024 ditargetkan mencapai Rp28 miliar, sementara dana dari instansi internasional diperkirakan sebesar Rp1,5 miliar.
Namun, meskipun dana yang dikelola cukup besar, hingga saat ini tidak ada informasi terbuka mengenai bagaimana dana tersebut dialokasikan dan digunakan untuk program-program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan dana dan ketidakpatuhan terhadap prinsip transparansi yang seharusnya dipegang oleh lembaga yang mengelola dana publik.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa beberapa pihak di dalam LPPM UNRI merasa kecewa dengan kurangnya keterbukaan mengenai penggunaan dana penelitian dan pengabdian. Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun dana yang dialokasikan untuk kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat semakin meningkat, tidak ada laporan yang jelas dan rinci mengenai penggunaan dana tersebut, baik kepada sivitas akademika maupun masyarakat.
"Sebagian besar anggaran ini tidak diketahui oleh banyak pihak, terutama terkait dengan program pengabdian masyarakat. Bahkan, dalam laporan tahunan diduga ada yang fiktif, tidak ada penjelasan rinci tentang bagaimana dana itu dialokasikan atau digunakan," ujar seorang sumber yang menolak disebutkan namanya.
Ketidakjelasan ini mendorong sejumlah pihak untuk mendesak agar dilakukan audit independen terhadap penggunaan dana LPPM UNRI selama periode 2022-2024. Beberapa mahasiswa dan dosen juga mulai menuntut transparansi dalam pengelolaan dana yang berpotensi merugikan reputasi universitas. Menurut seorang pakar hukum setempat, dugaan penyalahgunaan dana di LPPM UNRI dapat dikenakan hukuman pidana jika terbukti ada niat jahat dalam pengelolaan dana tersebut.
Menyikapi hal itu, tokoh masyarakat Riau Dr Elviriadi mengaku prihatin.
"Saya prihatin. Seharusnya universitas itu teladan kejujuran, simbol moralitas. Tapi apa daya, fakta berbicara sebaliknya, "imbuh putra Selatpanjang.
Namun begitu, alumni Faperika Unri itu mengaku tidak terkejut.
"Saya sebagai orang universitas sudah tau hal ikhwal patgulipat di perguruan tinggi. Memang telah terjadi kemerosotan moral yang sungguh serius di universitas dewasa ini. Yang dikejar para akademisi itu sudah ke arah materi. Bukan temuan ilmiah. Karena itu, saya sering mengingatkan kawan kawan akademisi agar tidak "menghalalkan" kwitansi fiktif. Malangnya, kwitansi fiktif dan korupsi itu justru hukumnya "wajib" bagi para warga universitas. Yang gak korupsi itu aneh bin ganjil," sindir ahli lingkungan UIN Suska.
Dalam perkembangan terbaru, M Ade, Ketua Liga Transparansi Kampus (LTK), mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk segera memeriksa Ketua LPPM UNRI, terkait dugaan penyalahgunaan dana sebesar Rp60 miliar selama periode 2022-2024. LTK menilai bahwa ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana publik ini berpotensi mencederai prinsip integritas yang seharusnya dipegang oleh lembaga pendidikan.
Pihak LPPM UNRI belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan penyalahgunaan dana ini. Namun, sejumlah pejabat internal LPPM dikabarkan sedang melakukan evaluasi terkait dengan transparansi anggaran dan menyusun rencana perbaikan ke depan.***
Laporan : Elv