Meranti, Tingkap.info – Pembabatan hutan bakau (mangrove) dengan berbagai dalih merupakan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan secara tegas melarang penebangan pohon di wilayah antara 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kabupaten Kepulauan Meranti, Jamaludin, menegaskan bahwa maraknya pembabatan hutan mangrove di daerah tersebut harus segera diusut tuntas dan diproses secara hukum.
“Maraknya pembabatan mangrove yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, harus diusut dan dipidanakan,” ujarnya pada Rabu (16/4/2025).
Larangan tersebut tercantum dalam Pasal 50 Undang-Undang Kehutanan, dengan ketentuan pidana diatur pada Pasal 78, yakni ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Menurut Jamaludin, hutan bakau di sepanjang pesisir pantai di sembilan kecamatan yang ada di Kepulauan Meranti semakin hari semakin gundul. Hal ini akibat eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dan diduga berlindung di balik koperasi.
“Diperkirakan ribuan ton arang bakau dihasilkan setiap tahunnya dari proses pembakaran kayu bakau di Panglong Arang. Arang tersebut kemudian dijual oleh kelompok cukong ke Malaysia melalui importir Koperasi SILVA. Jelas ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku,” tegasnya.
Jamaludin juga mengungkapkan kekecewaannya, mengingat belum lama ini Presiden RI Joko Widodo, sebelum masa purna tugas telah melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Kepulauan Riau untuk melakukan penanaman mangrove sebagai bagian dari upaya pelestarian.
“Sangat disayangkan. Presiden datang untuk menanam mangrove demi kelestarian lingkungan, di Meranti justru hutan bakau dibabat secara liar,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), segera mengambil tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Hutan bakau memiliki banyak manfaat, mulai dari melindungi pantai dari abrasi, menjadi habitat biota laut, hingga menyerap karbon dioksida. Jika ekosistem ini rusak, dampaknya sangat besar. Kami minta Pemerintah Daerah bersama instansi terkait segera bertindak,” harap Jamaludin.
Lebih lanjut, Jamaludin menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam jika aktivitas ilegal ini terus dibiarkan.
“Jika hal ini tetap dibiarkan, kami akan membentuk massa Pemerhati Lingkungan Riau dan menggelar aksi sebagai bentuk protes atas pembiaran ini,” tegasnya.
Sementara itu, di tempat terpisah, seorang warga Meranti berinisial S membenarkan aktivitas penebangan mangrove tersebut saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
“Sudah lama aktivitas ini berjalan dan hingga sekarang masih terus berlangsung. Kami khawatir kalau terus dibiarkan akan berdampak buruk, terutama abrasi. Kami berharap ini segera ditindak,” ungkapnya. (TIM)